Senin, 07 Maret 2011

Perlunya Capres Independen di Pilpres 2014

Kondisi parpol saat ini sudah sangat melenceng dari apa yang dicita-citakan undang-undang partai politik, partai politik dijadikan kendaraan politik yang pada saatnya akan disewakan kepada “supir tembak” yang berambisi menjadi Kepala Daerah/kepala Negara (memperoleh kekuasaan).

Ketika trend artis menjadi politisi mulai merebak, pragmatisme parpol pun mulai menjadi-jadi. Dengan melihat dibeberapa pilkada dimenangkan oleh calon yang hanya didukung oleh partai kecil namun karena adanya nilai plus dari si wakil yang merupakan publik figure (artis), berbondong-bondong pula dalam pencalegan para parpol berebut untuk merekrut artis sebanyak-banyaknya dengan harapan partainya dapat memenangkan pemilu legislatif hingga dapat menuju perebutan kursi panas kekuasaan eksekutif (Presiden) tanpa memikirkan apakah calon yang diusungnya memiliki kualitas, mempunyai visi dan mampu menjalankan sistem ketatanegaraan yang baik dan proporsional.

Kemudian jika kita melihat kembali dalam Pilkada diberbagai daerah yang berjumlah penduduk besar seperti di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat hasil yang diperoleh dari masing-masing wilayah mempunyai kesimpulan yang sama, yaitu pemenang pilkada jika dilihat dari persentase pemilih adalah golput. Persentase golput lebih besar daripada para kepala daerah yang terpilih.

Ini membuktikan bahwa kejenuhan masyarakat kepada partai politik telah memuncak, rakyat telah apatis terhadap partai politik. Janji-janji para juru kampanye partai yang selalu diucapkan dalam setiap panggung hanyalah kebohongan yang dikemas sehalus mungkin hanya untuk dapat memperoleh kekuasaan, dan setelah kekuasaan tersebut didapat rakyat tetap saja sengsara, janji hanyalah tinggal janji.

Kekhawatiran pun mulai muncul dalam benak kita bagaimana jika dalam pilpres pemimpin yang terpilih tidak lebih besar persentase pemilihnya daripada yang tidak memilih. Akhirnya yang terjadi adalah pemenang pilpres secara legitimasi dirinya tidak terlgitimasi dan tidak memperoleh kedaulatan dari seluruh rakyat Indonesia atau minimal 2/3 dari jumlah rakyat Indonesia. Maka stabilitas nasional negara akan kembali begejolak.

Kemudian bagaimana jika pemilu caleg dan pilpres masuk dalam putaran kedua, maka pengeluaran anggaran pun bertambah, Berapa banyak uang negara yang didapatkan dari pajak yang diambil dari rakyat dihamburkan hanya untuk mendapatkan seorang pemimpin negara. Sebegitu mahalkah cost politic dalam sebuah negara demokrasi? Apakah setelah membeli dengan harga yang sangat mahal, Indonesia akan mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat dan akan mengutamakan kepentingan rakyat?

Maka, dari segala permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa, meningkatnya golput menandakan bahwa masyarakat butuh angin segar dalam perpolitikan di Indonesia. Masyarakat butuh alternatif yaitu adalah sebuah figure yang muncul bukan karena konspirasi elite partai. Maka untuk kondisi sekarang ini calon independen sangatlah tepat diikutsertakan sebagai sulusi untuk merangkul golongan masyarakat yang telah apatis terhadap parpol (Golput) sang semakin meningkat. Sehingga siapapun pemimpin yang terpilih adalah hasil dari suatu kompetisi dan sesuai dengan nilai demokrasi yang benar-benar demokratis sehingga mendapatkan legitimasi secara penuh dari seluruh rakyat Indonesia.

Keikutsertaan calon independen diyakini agar para elite parpol kembali mengevaluasi apakah parpol sudah sesuai dengan apa yang dicita-citakan Undang-undang, kedua mengurangi tingkat korupsi yang seringkali disebabkan adanya keharusan setoran-setoran yang wajib diberikan oleh kader parpol yang terpilih dalam pilkada maupun pemilu legislatif dan eksekutif beserta jajaran kabinetnya kepada partai politik pengusungnya.
Arti sejati Demokrasi adalah “DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT” itulah cerminan dari CALON INDEPENDEN yang memang diusung DARI RAKYAT, dipilih OLEH RAKYAT dan mengabdi UNTUK RAKYAT. Bukan seperti yang diartikan dan diterapkan selama ini adalah “DARI PARPOL, OLEH RAKYAT, UNTUK PARPOL”. Maksudnya adalah diusung DARI PARPOL, kemudian disajikan dan dipilih OLEH RAKYAT, dan mengabdi UNTUK KEPENTINGAN PARPOL DAN KELOMPOK.



“VOX POPULI VOX DEI”
“SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN”
“MEMANIPULASI SUARA RAKYAT SAMA DENGAN MEMANIPULASI SUARA TUHAN”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar