Rabu, 10 Agustus 2011

LIHATLAH, BETAPA KERASNYA MEREKA BEKERJA UNTUK KITA, RAKYAT INDONESIA



Inilah 10 alasan anggota DPR tidur saat sidang :

1. Anggota DPR selalu menghargai nasehat orangtua. Kata orang tua tidur siang itu penting dan sehat, supaya terhindar dari penyakit berbahaya dan awet muda.

2. Tidur tidak tidur, mereka dibayar. Jadi, lebih baik tidur.

3. Pasti akan gantuk mendengar pembicaraan berbelit, tidak berisi, penuh daya khayal, munafik, berliku, kaku, tak ada tujuan pasti arahnya,

4. Kalau ingin menjatuhkan musuh besarnya seperti seperti Sri Mulyani anggota DPR pasti bersemangat dan pantang menyerah. Dijamin 7 hari 7 malam melek terus karena demi memperjuangkan kepentingan dirinya dan partainya.

5. Tidak semua anggota DPR tidur. Mereka hanya tidur bila bicara soal rakyat. Tapi bila sudah bicara tentang duit, gaji, tunjangan, posisi jabatan, proyek, matanya melek smua hingga dinihari.

6. Mereka tidak tidur. Mereka sedang merenung dan bermimpi bagaimana agar rakyatnya dan dirinya tambah kaya, setidaknya balik modal.

7. Karena yang dibahas dalam sidang tidarena gajinya banyak disetor ke kas partai, bayar cicilan vila dan mobil mewah, dan konstituen! Pada saat yang sama gerak mereka tak bebas lagi setelah ada KPK.ak menyangkut kepentingan diri sendiri dan partainya. Seandainya menyangkut individu dan partai, pasti diskusi dan interupsi tak pernah putus.

8. Ruang sidang sangat nyaman tempatnya dingin harum dan kursinya nyaman sekali. Makanya kalo sudah duduk lupa berdiri.

9. Mereka memikirkan nasib bangsa ini tanpa henti. Jadi kalo pas sidang mereka tidur kelelahan, biar masyarakat bisa melihat betapa “capek” mengurus bangsa ini.

10. DPR selalu menjujung tinggi hukum dan undang-undang dalam setiap mengemukakan pendapat. Dalam aturan tata tertib persidangan, hanya dilarang mengganggu jalannya sidang. Sehingga, tidur saat sidang tidak melanggar aturan dan undang-undang

sumber : http://paperdrink.wordpress.com/2011/04/02/10-alasan-kenapa-anggota-dpr-tidur-saat-sidang/





Sekarang kita lihat berapa sich pendapatan seorang anggota DPR :

Menurut Sekretariat Jenderal DPR, pendapatan bersih anggota DPR setelah dipotong iuran wajib anggota Rp 478 ribu dan pajak PPH Rp 1.729.608 mencapai Rp54,9 juta untuk anggota DPR merangkap ketua alat kelengkapan dewan. Sedangkan dnggota DPR merangkap wakil ketua alat kelengkapan dewan Rp 53,7 juta, dan anggota DPR merangkap anggota alat kelengkapan dewan Rp51,6 juta.

Pendapatan itu terbagi dalam beberapa komponen. Gaji pokok amat kecil, hanya Rp4,2 juta. Ini berlaku untuk semua posisi di DPR. Perbedaan pendapatan ditentukan oleh posisi. Di luar itu ada pelbagai tunjangan yang bisa dinikmati anggota DPR.

Seperti tunjangan istri (Rp420.000), tunjangan anak (Rp168.000), uang sidang/paket (Rp2.000.000), tunjangan jabatan (Rp 9.700.000), tunjangan beras (Rp 198.000), tunjangan PPH (Rp1.729.608), tunjangan listrik dan telepon (Rp.5.500.000), tunjangan penyerapan aspirasi masyarakat (Rp 8.500.000).

Juga masih ada tunjangan kehormatan sebesar Rp4.460.000 untuk ketua alat kelengkapan, Rp4.300.000 untuk wakil ketua alat kelengkapan, dan Rp3.720.000 untuk anggota alat kelengkapan. Ada juga tunjangan komunikasi sebesar Rp14.140.000, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 3.500.000 untuk ketua alat kelengkapan, Rp 3.000.000 untuk wakil ketua alat kelengkapan, dan Rp 2.500.000 untuk anggota alat kelengkapan.

sumber : http://metrotvnews.com/read/news/2011/05/12/51420/Ini-Pendapatan-Anggota-DPR-per-Bulan/

Jelang 17 Agustus, Warga di Perbatasan Kok Malah Pasang Bendera Malaysia?


Beredar kabar, bendera Malaysia berkibar di rumah-rumah warga Indonesia di perbatasan Sintang (Kalbar). Mereka ingin berpindah kewarganegaraan karena kecewa tak diperhatikan pemerintah pusat. benarkah?

Kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerja Sama (BPKPK) Kalimantan Barat MH Munsin menegaskan, munculnya kabar rencana pengibaran bendera Malaysia sebagai aksi protes masyarakat di perbatasan Kabupaten Sintang hanya sekadar isu. "Hingga kini kebenarannya belum bisa dipastikan," kata MH Munsin di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, isu mengibarkan bendera Malaysia oleh warga Indonesia di perbatasan Sintang (Kalbar) perlu diwaspadai agar tidak dimanfaatkan oleh kepentingan asing yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Munsin mengatakan, adanya keinginan warga perbatasan yang akan berpindah kewarganegaraan itu menjadi hak mereka. "Hanya saja, jangan sampai menggeser patok batas negara," ujarnya.

Ia mengakui, jika hanya mengandalkan APBD dari Pemerintah Provinsi Kalbar dalam perbaikan dan pemenuhan pembangunan infrastruktur di sepanjang perbatasan di Kalbar tidak akan terwujud karena membutuhkan dana yang besar. Karena itu, ia berharap pemerintah pusat serius memperhatikan pembangunan di perbatasan Kalbar - Sarawak (Malaysia).

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat Minsen mengatakan, kesenjangan sosial antara warga perbatasan Indonesia dan warga negara tetangga, menjadi pemicu munculnya protes masyarakat yang berencana mengibarkan bendera Malaysia.
"Ada kesenjangan ekonomi, infrastruktur dan pendidikan, sehingga ada protes seperti itu," katanya.

Dia mengatakan, secara infrastruktur persoalan kesenjangan tersebut juga dialami warga yang bermukim di pedalaman. "Kalau dikatakan pemerintah tidak perhatikan, sebenarnya mereka punya skala prioritas," kata wakil dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut.

Sementara sebelumnya, Koordinator Komunikasi Informasi Masyarakat Perbatasan (KIMTAS) Ambresius Murjani menyatakan dukungannya atas rencana para kepala desa di perbatasan yang akan mengibarkan bendera Malaysia pada 17 Agustus 2011. Ia menjelaskan, di wilayah Kabupaten Sintang, terdapat dua kecamatan dan delapan desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia, namun sebagian besar wilayah itu tertinggal dari segi pembangunan.

Ia mencontohkan, kondisi jalan di sepanjang perbatasan yang hingga kini masih berlubang dan berdebu di musim kemarau. Pada musim hujan jalan tidak bisa dilewati karena lumpur tebal, kondisi itu membuat hasil pertanian dan ekonomi warga tidak bisa bergerak.

"Jalannya masih saja berupa jalan tanah dan masih banyak lagi ketertinggalan pembangunan di semua lini, sementara di pusat berbeda terbalik dengan di desa-desa di kawasan perbatasan Indonesia (Kalbar) - Malaysia (Sarawak)," kata Murjani.

Sumber :Republika.co.id
Senin, 08 Agustus 2011

MARZUKI ALIE MENGUSULKAN PEMBUBARAN KPK, SAMA SAJA MENGKRITIK LEMBAGANYA SENDIRI TIDAK KREDIBEL.


Beberapa minggu terakhir ini, Ketua DPR Marzuki Alie kembali membuat pernyataan yang dianggap oleh masyarakat sangat kontra produktif. Beliau mengeluarkan Pernyataan tentang Pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan ini dilontarkan kali pertama oleh Marzuki di Gedung DPR, Jumat (29/7/2011). Soal pembubaran KPK, Marzuki mengatakan, ”lembaga ad hoc tersebut lebih baik dibubarkan jika memang tak ada orang-orang yang kredibel dan pantas untuk duduk di sana”.

Jika kita melihat Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pasal 30 ayat 1 dikatakan bahwa ”Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia”

Selanjutnya pada ayat 10 ”Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan 5 (lima) calon yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden Republik Indonesia. Ayat 11 “Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan di antara calon sebagaimana dimaksud pada ayat (10), seorang Ketua sedangkan 4 (empat) calon anggota lainnya dengan sendirinya menjadi Wakil Ketua”

Jika melihat dasar hukum dari mekanisme pemilihan pimpinan DPR berdasarkan Undang-undang ini, sudah sangat jelas bahwa buruknya kredibilitas para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah tidak lepas dari tanggung jawab DPR sebagai lembaga yang memilih orang-orang yang duduk sebagai pimpinan KPK.

Jadi siapapun yang terpilih menjadi Pimpinan KPK adalah hasil dari Pilihan DPR, bisa dikatakan Pimpinan KPK adalah cerminan dari Political Will DPR dalam pemberantasan Korupsi. Dan jika saat ini Marzuki Alie mengatakan bahwa KPK yang merupakan lembaga ad hoc tersebut lebih baik dibubarkan jika memang tak ada orang-orang yang kredibel dan pantas untuk duduk di sana, maka sama saja Marzuki alie mengatakan bahwa DPR lah yang tidak kredibel dalam memilih orang-orang yang tidak kredibel dan tidak pantas, untuk duduk di KPK yang kemudian diberikan kesempatan untuk memberantas Korupsi di Indonesia. Ini adalah merupakan cambukan dan Tamparan keras untuk Lembaga DPR.

Maka dalam moment pemilihan pimpinan KPK yang sedang berlangsung saat ini adalah merupakan moment yang tepat bagi DPR untuk membuktikan bahwa DPR sungguh-sungguh memiliki Political Will dalam Pemberantasan Korupsi, dengan memilih Orang-orang yang Berani, Kredibel dan Pantas untuk memimpin KPK dalam memberantas Korupsi yang sudah sangat membahayakan Negara ini.

Karena yang harus diingat Bukan lembaganya yang salah, namun orang-orangnya lah yang salah atau tidak mampu membawa KPK menjadi lembaga yang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dalam memberantas KORUPSI tanpa pandang bulu dan tebang pilih.